Bunda Maria Dari Gondokusuman.

renungangradasi
2 min readOct 8, 2021

--

Lukas 1:38

Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu .” Lalu malaikat itu meninggalkan dia

Pada sebuah ruang berdoa di Pusat Pastoral Mahasiswa Yogyakarta, ada patung Bunda Maria berpakaian kebaya dan berkain batik. Ada semacam keakraban ketika menatap Bunda Maria dari Gondokusuman ini, saya bukan melihat seorang Ibu dari Perancis atau jerman, tapi saya sedang melihat Bu Dhe dari Klaten.

Dalam doa dan keakraban dengan Bunda Maria, saya teringat kisah Alkitab tentangnya ketika didatangi malaikat Gabriel. Setelah mendengar rencana Tuhan Allah baginya dan berdialog dengan Gabriel, Maria bertanya: “Bagaimana mungkin aku melahirkan seorang bayi padahal aku belum bersuami?” (Lukas 1:34). Tetapi setelah Gabriel menjawabnya, ia berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu”.

Dalam pembacaan konvensional, Maria tampak sebagai sosok submisif, pasif, “manut”, dan nrimo. Chung Hyun Kyung, seorang teolog perempuan Asia, melihat tafsir konvensional tentang Maria sebagai upaya simbolisasi seorang perempuan pasif yang hanya mengurusi perkara domestik dan pekerjaan rumah tangga saja. “Kepasrahan” Maria ketika Gabriel datang dianggap sebagai penyerahan diri seorang perempuan pasif yang terdomestikasi oleh tatanan masyarakat.

Padahal jika kita simak dengan teliti, Maria sedang mendeklarasikan independensinya, bahkan ia juga memberikan otoritas ketubuhannya pada Tuhan Allah. Maria pun dilihat oleh teolog teolog perempuan sebagai perempuan yang melayani Allah dalam sebuah otoritas ketubuhannya sendiri, tidak dalam kendali dan kontrol laki — laki sekitarnya. Keperawanan Maria akhirnya tidak dipandang sebagai status seksualitas, melainkan sebagai simbol kemandiriannya dari kekangan patriarkal. Mangacu pada konsep keperawanan Maria, Chung Hyun Kyung menulis:

When a woman defmes herself according to her own understanding of who she really is and what she is meant for in this universe (not according to the rules and norms of patriarchy), she is a virgin” (Terjemahan bebas: Ketika seorang perempuan mendefiniskan dirinya sesuai dengan pengenalan mendalam tentang siapa dirinya dan apa makna dirinya bagi alam semesta ini, bukan mendefinisikan diri pada tatanan dan norma patriarkal, maka ia perawan).

Tuhan Allah memilih dan memanggil Maria dalam kondisi yang tak terikat dengan laki — laki secara relasional, melainkan dalam kondisi otoritas seorang perempuan muda.

Dalam masyarakat yang melihat perempuan sebagai objek untuk dikendalikan, dalam penghakiman moral pada keperawanan perempuan, dalam sebuah relasi gender dimana perempuan didomestikasi, dalam gereja dimana perempuan tak dianggap “layak” terlibat dalam kepemimpinan gerejawi. Maka, Maria adalah sosok pembebas perempuan yang dibebaskan Tuhan Allah dari tatanan patriarkis.

Pembebasan perempuan dari tatanan penuh penindasan adalah pembebasan yang datang dari Tuhan sendiri. Sehingga, pembebasan ini bukan hanya panggilan untuk Maria saja, melainkan panggilan untuk semua perempuan.

--

--

renungangradasi

Kumpulan renungan tentang iman & realitas yang penuh warna!